Metronusa News. id PALU (26 November 2025) Kasus dugaan pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) oleh PT Bintang Delapan Wahana (PT BDW) yang terafiliasi dengan raksasa industri nikel, PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), mendadak dihentikan.
Keputusan Kepolisian yang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada 24 Oktober 2025 atas rekomendasi Bareskrim Polrilangsung menuai perlawanan sengit. Yayasan Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah menyatakan akan segera melayangkan gugatan praperadilan, menuduh penghentian kasus ini sebagai “manipulasi fakta hukum” yang tidak boleh dibiarkan.
Direktur Kampanye YAMMI Sulteng, Africhal Khamane’i, menegaskan bahwa penegak hukum telah mengabaikan bukti yang tak terbantahkan.
”Bagaimana mungkin IUP yang diterbitkan Pemda Konawe Utara kemudian diakomodir dan digunakan di wilayah Sulawesi Tengah? Ini jelas pemalsuan yang merugikan negara dan masyarakat!” tegas Africhal, mempertanyakan independensi keputusan tersebut.
Keterkaitan Skandal Dari IUP Palsu Hingga Bandara Ilegal PT IMIP
Kasus PT BDW ini bukan sekadar pemalsuan dokumen biasa, melainkan terhubung dengan konsorsium besar yang tengah menjadi sorotan nasional: PT IMIP, perusahaan yang belakangan santer diberitakan terkait skandal bandara ilegal yang beroperasi tanpa pengawasan Bea Cukai dan Imigrasi.
”Kasus PT BDW bukan berdiri sendiri. Ini bagian dari pola sistemik pelanggaran hukum pertambangan yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar yang merasa kebal hukum,” ujar Africhal.
Ia bahkan menghubungkannya dengan kekhawatiran kedaulatan negara, mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin tentang “Tidak boleh ada Republik di dalam Republik”. Menurut YAMMI, penghentian kasus ini adalah anomali yang menguatkan dugaan adanya kekuatan di atas hukum.
Bukti Hukum Diabaikan Tersangka Sempat Ditahan Sebelum SP3
Tingkat keseriusan kasus ini terlihat jelas dari rekam jejak penyidikan:
*Kasus dilaporkan oleh PT Artha Bumi Mining pada 13 Juli 2023.
*Pemalsuan dokumen diduga digunakan untuk memindahkan lokasi IUP secara ilegal dari Konawe ke Morowali, Sulteng.
*Polda Sulteng bahkan telah menetapkan tersangka berinisial FMI sejak 13 Mei 2024 dan menahannya pada Juli 2024.
*Bareskrim Polri pun sempat turun tangan dengan gelar perkara khusus pada 12 Juni 2024.
”Tersangka sudah ditetapkan dan ditahan, Bareskrim sudah turun tangan. Tidak ada alasan logis untuk menghentikan perkara ini!” pungkas Africhal, mengecam keras terbitnya SP3.
Ancaman Oligarki dan Kerugian Negara Triliunan
YAMMI Sulteng mencatat, aksi pemalsuan IUP PT BDW telah menyebabkan tumpang tindih wilayah pertambangan dan merugikan lima perusahaan lain, termasuk PT Artha Bumi Mining, yang selama 10 tahun terakhir tidak dapat berkontribusi kepada negara.
YAMMI menduga kuat adanya tekanan dan intervensi mengingat besarnya kepentingan ekonomi yang terlibat dalam konsorsium PT IMIP.
”Negara tidak boleh kalah dengan oligarki tambang yang menginjak-injak hukum,” tegas Africhal, mengingatkan kembali pada kekhawatiran Presiden Prabowo tentang potensi kebocoran di sektor pertambangan.
YAMMI kini bertekad membuktikan di pengadilan bahwa SP3 tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat, demi menegakkan kedaulatan negara dan keadilan.
Pewarta : FL












