Metronusa News, Labusel | Aroma tak sedap menyelimuti pengelolaan Dana Desa di seluruh wilayah Labuhanbatu Selatan, Kejaksaan dan instansi terkait diminta segera turun tangan untuk melakukan audit total dan pemeriksaan mendalam terhadap dugaan praktik monopoli dan mark-up harga dalam pengadaan barang di Desa tahun anggaran 2025 tahap 1 di seluruh desa, khususnya proyek Lampu Tenaga Surya dan pengadaan buku.
Dugaan kuat mengarah pada adanya permainan terstruktur di balik pengadaan ini, Kejanggalan paling mencolok adalah kesamaan item dan pagu anggaran yang hampir seragam di seluruh desa, sebuah fenomena yang secara logis mustahil terjadi jika perencanaan betul-betul berasal dari Musyawarah Desa (Musdes) yang otentik.
“Logika Musdes mana yang bisa menghasilkan pengajuan proyek dan anggaran yang sama persis di puluhan desa dengan kebutuhan yang berbeda-beda? Ini jelas bukan aspirasi rakyat, tapi cetakan kepentingan pihak tertentu. Ini pembajakan terhadap Musdes!” Ucap ketua Team Libas Anshori Pohan. Minggu (02/11/2025).
Pelanggaran Aturan Pengadaan Desa
Pola pengadaan yang dipaksakan dan seragam ini diduga kuat melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yang mewajibkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam penggunaan Dana Desa.
Yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Terutama Pasal 72 yang mengatur sumber pendapatan desa, dan Pasal 73-77 yang menegaskan akuntabilitas dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 jo. PP Nomor 11 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, Mengatur Tata Cara Pengelolaan Keuangan Desa.
Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PerLKPP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, Pengadaan di Desa wajib berprinsip Akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan), Transparan (terbuka), dan mengutamakan Partisipasi masyarakat.
Perencanaan Pengadaan wajib dilakukan pada saat penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) dan ditetapkan melalui Musdes. Jika pengadaan dipaksakan tanpa usulan Musdes, ini merupakan pelanggaran prosedural serius.
Masyarakat juga menyoroti dugaan mark-up harga yang tidak masuk akal dalam dua proyek tersebut, Lampu Tenaga Surya Rata-rata setiap desa menganggarkan Rp14,5 Juta per unit, untuk sekitar rata-rata 4 unit Lampu Tenaga Surya di setiap Desa. Angka ini dinilai terlalu mahal dan jauh di atas harga pasar wajar untuk spesifikasi standar.
Pengadaan Buku Rata-rata setiap desa menganggarkan Rp10 Juta untuk pengadaan buku yang diduga kuat tidak pernah diusulkan apalagi dibutuhkan di Musdes. Pengadaan ini dicurigai hanya menjadi “alat” untuk menguras anggaran tanpa manfaat nyata bagi masyarakat.
Masyarakat Labuhanbatu Selatan menyampaikan seruan dan harapan yang mendesak kepada Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi dan instansi terkait segera bertindak.
“Kami mendesak Kejaksaan dan APH untuk tidak menutup mata! Usut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya, jangan hanya berhenti di level desa. Periksa rantai pengadaan, siapa vendor tunggal di baliknya, dan siapa oknum di tingkat kabupaten yang diduga memaksakan proyek ‘seragam’ ini.”
“Dana Desa adalah hak rakyat yang harus digunakan untuk kesejahteraan, bukan ladang kepentingan segelintir pihak. Tegakkan keadilan, kembalikan uang rakyat, dan jadikan kasus Labusel ini sebagai pelajaran keras bagi daerah lain agar tidak coba-coba menyelewengkan amanah pembangunan!”
Masyarakat menanti aksi cepat dan tegas dari APH agar transparansi dan akuntabilitas Dana Desa dapat dipulihkan dan tepat sasaran.












