Metronusa News, JAKARTA, 29 OKTOBER 2025 | Gelombang kebenaran kembali menggelegar. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) resmi menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh Hasanuddin, salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Jawa Timur. Putusan ini menjadi palu godam yang mengesahkan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekaligus memicu desakan publik untuk tindakan nyata: Penahanan Segera.
Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, permohonan bernomor 126/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL diputus pada 27 Oktober 2025 dengan amar putusan “Permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima.” Dengan demikian, penetapan tersangka oleh KPK terhadap para pihak dalam pusaran dana hibah ini dinyatakan sah secara hukum.
Momentum Penahanan: Jangan Biarkan Tersangka Hilangkan Aset!
Presiden Gerakan Aktivis Pelayan Kesejahteraan Masyarakat (G-APKM), Juned ST, menilai bahwa putusan ini adalah momentum emas bagi KPK untuk mengakhiri drama hukum dan segera bertindak tegas.
📢 “Cukup sudah drama hukum ini! Putusan praperadilan sudah menegaskan posisi KPK sah. Jadi jangan tunggu lagi, tahan 17 tersangka itu! Rakyat sudah muak melihat mereka bebas berkeliaran, bahkan diduga masih sempat menyembunyikan aset hasil kejahatan,” tegas Juned ST dengan nada membakar.
Juned mengungkapkan, tim G-APKM menduga keras para tersangka kini sibuk memindahkan dan menjual aset agar terhindar dari penyitaan. Salah satu contoh yang disorot adalah dugaan penjualan mobil Innova Reborn 2021 oleh tersangka Mahrus senilai Rp310 juta. Uang hasil penjualan ini, katanya, diduga kuat digunakan sebagai modal mendirikan Dapur Gizi MBG yang disinyalir terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Mahrus: Bukan Sekadar Penyuap, Tapi “Pengatur Teknis” Bancakan Dana
Temuan G-APKM mengungkap peran Mahrus jauh lebih besar. Ia tak hanya dituding sebagai penyedia suap untuk Anwar Sadad, tetapi juga menjadi “Pengatur Teknis” (The Mastermind) dalam seluruh proses penyaluran dana hibah di wilayah Probolinggo Raya.
Mekanisme kotor yang ia jalankan membuat sejumlah yayasan penerima hibah hanya berperan sebagai “penerima kunci”—istilah bagi mereka yang hanya meminjam nama tanpa memiliki hak mengelola dana setelah pencairan.
🔒 Praktik Curang: “Setelah dana cair, Mahrus sendiri yang mengatur seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan bangunan, penentuan tukang, hingga penyelesaian proyek. Ini jelas bertentangan dengan aturan NPHD yang mengharuskan penerima hibah mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel,” jelas Juned ST.
Ijon Fee Ilegal 40% dan Jatah untuk Pejabat
Lebih mengejutkan, G-APKM menemukan adanya “Tim Siluman”—diduga utusan Mahrus—yang mendatangi calon penerima hibah bahkan sebelum Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) berjalan. Mereka diminta komitmen fee ijon senilai 20% hingga 40% dari total dana hibah yang dijanjikan.
Juned menduga, fee ijon sebesar 20% di antaranya merupakan “jatah” untuk tersangka Anwar Sadad, tokoh sentral dalam lingkaran kasus ini. Ancaman bagi yang menolak skema ini? Dipastikan mereka tidak akan pernah mendapat bantuan hibah lagi.
“Ini bukan sekadar korupsi, ini kezaliman terstruktur. Mereka merampas hak rakyat, menipu dengan wajah suci dan lidah berdoa. KPK tidak boleh diam!” desak Juned ST.
Juned menegaskan, kelambanan KPK bertindak mengancam keadilan dan menggerus habis kepercayaan masyarakat.
“Hukum tak boleh tumpul ke atas. Sudah saatnya KPK menegakkan pedang keadilan tanpa pandang bulu. Bila KPK tetap diam, maka rakyat sendiri yang akan mengangkat Tongkat Musa keadilan itu!” tutupnya penuh keyakinan.
Bola panas ada di tangan KPK. Setelah praperadilan ditolak, tak ada lagi alasan untuk menunda penahanan. Rakyat Jawa Timur menanti agar ke-17 tersangka segera digiring ke balik jeruji besi, sebelum keadilan kembali dicuri oleh tangan-tangan yang sama dulu mencuri uang rakyat.












