Metronusa News, Surakarta | Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menegaskan bahwa Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakoe Boewono XIV merupakan satu-satunya Raja yang sah memimpin Keraton Solo. Kepastian ini disampaikan melalui siaran pers resmi pada Jumat, 14 November 2025, oleh penasihat hukum Keraton, Dr. Teguh Satya Bhakti, SH., MH., yang juga merupakan mantan Hakim PTUN Jakarta.
Dalam pernyataannya, Dr. Teguh menegaskan bahwa Keraton Surakarta adalah institusi adat yang memiliki legitimasi historis dan fungsi kultural penting dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia menyebut keberadaan Keraton dilindungi oleh Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya.
“Penetapan PB XIV Dinilai Sah Secara Adat dan Legal”
Keraton menjelaskan bahwa kepemimpinan adat secara resmi berada di bawah PB XIV, yang sebelumnya dikenal sebagai Gusti Purboyo. Penetapannya sebagai Putra Mahkota dilakukan pada 23 Februari 2012 melalui Titah/Sabda Raja PB XIII dalam upacara Kintaka Rukma Kekeraning Sri Nata, dan kembali ditegaskan dalam peringatan Tingalan Jumenengan Dalem PB XIII pada 27 Februari 2022.
Setelah PB XIII wafat pada 2 November 2025, prosesi ikrar kenaikan takhta bagi PB XIV dilaksanakan pada 5 November 2025, tepat tiga hari setelah pemakaman. Menurut Dr. Teguh, prosesi tersebut merupakan penegasan resmi keberlanjutan takhta sesuai tradisi Kasunanan Surakarta.
“Sejak 5 November 2025, seluruh kewenangan, fungsi, dan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan adat berada sepenuhnya dalam otoritas SISKS Pakoe Boewono XIV,” ujarnya.
“Jumenengan Bersifat Seremonial”
Keraton juga menyampaikan bahwa prosesi Jumenengan yang digelar pada Sabtu, 15 November 2025, bersifat seremonial. Upacara tersebut dimaksudkan sebagai pengumuman resmi kepada masyarakat Indonesia dan komunitas internasional mengenai peneguhan PB XIV sebagai Raja Kasunanan Surakarta.
Isu Dualisme Kepemimpinan Dibantah
Keraton menegaskan tidak ada dualisme kepemimpinan. Dr. Teguh menyebut klaim tentang ketidakfinalan penetapan raja tidak memiliki dasar adat maupun hukum internal Keraton.
“Isu adanya dualisme sesungguhnya tidak berdasar. Perbedaan pendapat di kalangan keluarga merupakan persoalan internal yang akan diselesaikan melalui mekanisme adat Keraton. Tidak dapat dibenarkan secara hukum apabila pihak luar, termasuk Pemerintah, melakukan intervensi,” tegasnya.
“Ajak Jaga Marwah Adat”
Di akhir pernyataannya, Dr. Teguh mengajak seluruh pihak untuk menjaga marwah adat, menghormati proses suksesi, dan mendukung pemerintahan SISKS Pakoe Boewono XIV sebagai bagian dari pelestarian budaya Jawa.
(Arief/Red)












