Helikopter BNPB Mendarat di Tepi Sungai Demi Antar Bantuan Warga Terisolasi Akibat Bencana Hidrometeorologi di Sumatra Utara

  • Bagikan

Metronusa News, SILANGIT — Langit di atas Bandara Sisingamangaraja XII, Silangit, Tapanuli Tengah, pada Sabtu (29/11) sore terasa dingin dan tebal, seolah menyimpan keraguan. Namun helikopter berlogo BNPB dengan nomor registrasi PK‑RTQ memecah keheningan. Ini bukan penerbangan rutin, melainkan misi kemanusiaan yang menjadi taruhan janji kepada warga Desa Sihaporas — salah satu kawasan di Sumatra Utara yang terisolasi akibat bencana hidrometeorologi. Misi ini berasal dari mandat Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., sebagai solusi untuk menjangkau komunitas yang terputus dari dunia luar. Bagi para kru, tugas ini adalah pertarungan melawan batas waktu dan alam.

*Fase I: Duel Melawan Dinding Awan*
Setelah izin terbang diperoleh, helikopter melesat namun tak lama kemudian berubah menjadi ujian fisik dan mental. Awan tebal menggumpal liar, menjadi dinding raksasa yang agresif mengepung jalur terbang. Pilot veteran terpaksa beradu keahlian dengan visibilitas yang nyaris nol. Mereka harus memutar rotor ke segala arah, mencari celah sempit di antara massa uap air yang membeku — duel udara di mana setiap detik krusial dan bahan bakar yang menipis menjadi ancaman operasional nyata. Tekad untuk mencapai titik nol jauh lebih tebal daripada awan yang dihadapi. Dengan manuver presisi berisiko, PK‑RTQ akhirnya berhasil lolos dan di bawahnya terhampar Desa Sihaporas, terperangkap dalam keheningan hijau.

*Momen Kritis di Tepi Aek Sihaporas*
Tantangan pendaratan menjadi fase paling kritis. Di Sihaporas tidak ada helipad yang memadai. Opsi menggunakan lapangan terbuka (seperti lapangan sekolah) ditolak karena downwash dari baling‑baling raksasa bisa merobohkan atap rumah warga. Helikopter berputar berulang kali di ambang batas waktu aman pendaratan; pilihan untuk kembali ke pangkalan mulai membayangi. Akhirnya pilot menemukan sebidang kerikil basah di tepi Aek Sihaporas (sungai setempat) — keputusan operasional di ujung tanduk, prosedur pendaratan non‑standar yang belum pernah dilakukan di medan nyata. Komunikasi di kokpit singkat namun menentukan: “Pernah dilatih pendaratan di tepi air?” tanya pilot senior. “Siap, Capt. Prosedur dilatih dan berhasil. Kami siap.” “Oke good. Mari turunkan perlahan di kerikil basah itu.”

*Sentuhan Sunyi di Medan Berisiko*
Dengan keahlian yang menipu ketenangan, helikopter menukik tajam. Baling‑baling menciptakan angin kencang yang menyapu permukaan sungai. Skid helikopter mendarat sunyi di atas batu‑batu kerikil dingin. Mesin tetap hidup, kru segera bergerak cepat menurunkan kotak‑kotak jingga berisi logistik BNPB — makanan, obat‑obatan, kebutuhan dasar — yang ditumpuk di pinggir sungai, menjadi tumpukan harapan bagi warga. Warga Sihaporas berdatangan, wajah mereka memancarkan kelegaan tak terlukiskan. Anak‑anak memandang helikopter dengan takjub, seolah melihat utusan dari dunia yang hilang. Dalam tatapan polos itu, ketegangan dan lelah kru terbayar lunas.

*Bukti Resilience Komunitas*
Saat senja memerah, helikopter PK‑RTQ meninggalkan Aek Sihaporas. Dari pandangan udara, pilot menyaksikan pemandangan gotong‑royong warga memindahkan bantuan ke tempat aman — bukti resilience sejati masyarakat. Kisah keberanian dan adaptasi operasional ini tercatat sebagai salah satu catatan keberhasilan misi krusial BNPB dalam menghadapi tantangan geografis ekstrem. Misi telah selesai; ketika bencana memutus seluruh akses darat, jalur udara yang diisi kepedulian akan selalu menjadi tali penghubung terakhir yang tak pernah putus.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis: TimEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *