Metronusa News, Probolinggo, Jawa Timur | Aroma busuk dugaan korupsi dana hibah Jawa Timur kini tak lagi hanya berputar di pusaran Kelompok Masyarakat (Pokmas), namun menyebar hingga ke jantung lembaga pendidikan. Sebuah skandal yang melibatkan aliran dana negara ke yayasan-yayasan pendidikan diduga kuat telah terjadi, dengan praktik ‘fee ijon’ mencekik hingga 40 persen dari nilai pencairan.
Presiden LSM G-APKM Juned ST, dengan nada yang berapi-api, menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyapu bersih seluruh pihak terlibat, terutama dua nama yang kini menjadi sorotan tajam: Anwar Sadad dan Mahrus, yang disebut-sebut sebagai ‘pemain inti’ dalam proyek sarat kepentingan ini.
đź’° Pendidikan Dijadikan ‘Sapi Perah’: Transaksi Kotor di Balik Tembok Suci Ilmu
Berdasarkan penelusuran G-APKM, setiap pencairan dana hibah yang masuk ke yayasan-yayasan pendidikan diduga kuat disunat habis-habisan. Angka 40% bukanlah persentase biasa, ini adalah tamparan keras bagi nurani publik, menunjukkan bahwa uang yang seharusnya dipakai untuk membeli buku dan memperbaiki fasilitas belajar, justru lenyap di kantong oknum.
“Ini bukan hanya soal uang, ini soal pembodohan terhadap lembaga pendidikan. Yayasan yang seharusnya mencerdaskan malah dijadikan sapi perah oleh segelintir oknum,” ujar Juned dengan nada geram.
Lebih parah lagi, seluruh proyek dan pengadaan barang dikabarkan telah dikondisikan total oleh Mahrus. Yayasan penerima hanya menjadi ‘figuran’ yang menandatangani proposal, sementara seluruh rantai penyedia hingga pelaksana sudah diatur rapi seperti ‘drama bersambung’ yang mengeruk keuntungan dari dana rakyat. Ironisnya, sejumlah yayasan rela membayar ‘uang muka’ dan bahkan mengantri demi memuluskan pencairan dana yang menjadi hak mereka.
🏛️ Tantangan Menantang KPK: Tangkap ‘Fir’aun Modern’ di Kursi Legislatif!
Juned menegaskan bahwa gerakan G-APKM adalah panggilan moral untuk menjaga marwah pendidikan, bukan manuver politik. Ia mendesak KPK untuk tidak hanya terpaku pada kasus Pokmas, melainkan menyelam lebih dalam menyisir seluruh aliran dana yang melibatkan yayasan.
Puncaknya, Juned melancarkan serangan verbal keras kepada 17 tersangka kasus dugaan dana hibah Jatim, khususnya Anwar Sadad dan Mahrus yang hingga kini masih duduk di kursi legislatif.
“Kami serukan keras, lebih baik mereka mundur sebelum di-PAW. Malu dong, sudah jadi tersangka tapi masih digaji negara! Mereka itu Fir’aun-Fir’aun modern yang harus segera ditenggelamkan oleh KPK ke dalam samudra hukum yang berkeadilan,” Tegas Juned, 3/11/2025.
Kata-kata ini menggema bak petir di tengah keheningan birokrasi. Bola panas kini sepenuhnya ada di tangan KPK. Rakyat menanti aksi nyata: Akankah lembaga antirasuah itu membongkar tuntas arus gelap yang melibatkan Pokmas dan Yayasan, atau membiarkan gelombang ketidakadilan ini menghempas masa depan pendidikan Indonesia hingga karam?
Jika pendidikan terus diperdagangkan, maka bangsa ini sedang menulis akta kemunduran dengan tinta korupsi. Tindakan nyata harus segera dilakukan!












