Metronusa News, Bogor | Alih-alih menjalankan fungsi pelayanan publik dan bersikap terbuka terhadap kritik, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bogor, beserta jajarannya, diduga menunjukkan sikap arogan bak preman. Puncak dari dugaan resistensi terhadap kontrol sosial ini terjadi pada Rabu (12/11/2025), ketika seorang wartawan berinisial PJ diduga menjadi korban pengeroyokan dan nyaris dipukul langsung oleh sang Kepala Dinas.
Insiden memalukan yang mencoreng nama baik Pemkab Bogor ini bermula dari upaya Ketua LSM Lembaga Kemitraan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPPM), G, untuk melakukan konfirmasi seputar proyek kepada Kepala Bidang (Kabid) Irigasi DPUPR.
Konfirmasi Terganggu, Ajudan Diduga Pemicu Kekisruhan
Sesi konfirmasi yang seharusnya berjalan normatif tiba-tiba terhenti oleh kehadiran D, yang mengaku sebagai ajudan Kabid Irigasi.
D berulang kali memanggil Kabid dengan nada yang terkesan tidak senang dan memicu kekesalan G.
Saat wartawan PJ berupaya melerai pertikaian yang memanas, ia justru menjadi sasaran amuk jajaran DPUPR. Dalam insiden yang terekam jelas sebagai bentuk arogansi kekuasaan ini, PJ mengalami luka di leher akibat dugaan dicekik oleh H, seorang Pengawas DPUPR.
Kadis PUPR Diduga Ikut Mengintimidasi
Klimaks dari drama anti-kritik ini adalah pengakuan PJ yang nyaris dipukul oleh Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bogor. PJ awalnya dipanggil ke ruangan dengan harapan persoalan akan diselesaikan secara bijak oleh pimpinan dinas.
”Kita dipanggil ke ruangan, kirain saya Kadis mau menyelesaikan persoalan ini, eh dia malah marah-marah ke saya sambil nunjuk-nunjuk dan mendatangi saya. Karena saya lawan, dia mundur lagi. Kalau saya enggak lawan, saya pasti sudah dipukulnya,” ungkap PJ dengan nada kecewa dan geram.
PJ pun menyesalkan sikap sang Kadis yang dinilai tidak profesional, angkuh, dan arogan. Sebagai pimpinan tertinggi, Kadis PUPR seharusnya bertindak sebagai penengah yang bijaksana, bukan malah menyudutkan pihak yang melakukan fungsi kontrol sosial.
”Itu Kadis benar-benar angkuh dan arogan menurut saya. Bukannya bijak menengahi, tapi justru secara tidak langsung ikut menyudutkan saya, membela bawahannya yang salah. Jelas hampir sama sajalah menurut saya, Kadis, pegawai pengawas, dan ajudan udah kayak preman semua,” tambahnya dengan nada pedas.
Dugaan arogansi ini diperparah dengan informasi yang diungkapkan G. Ia sangat menyayangkan perilaku D yang disebutnya tidak memiliki etika, bahkan hanya seorang supir yang mengaku ajudan.
Lebih lanjut, G mengungkapkan Kabid Irigasi sempat mengaku diminta oleh D untuk membatasi komunikasi dengan awak media dan LSM.
”Maaf ya bang kalau abang hubungi saya, sayanya slow respon. Saya bingung bang, Diki melarang saya untuk tidak dekat-dekat dengan Wartawan dan LSM nanti dimanfaatin katanya,” tutur G menirukan pengakuan Kabid Irigasi.
Kejadian ini secara telanjang memperlihatkan resistensi akut pihak PUPR terhadap fungsi kontrol sosial oleh masyarakat dan pers, mencerminkan budaya kerja yang tidak transparan dan antikritik di lingkungan Pemkab Bogor.
PJ, korban dugaan pengeroyokan dan intimidasi, kini berharap penuh kepada Bupati Bogor agar segera menindak lanjuti persoalan serius ini dengan sanksi tegas. Perilaku pejabat publik yang bertindak layaknya preman tidak boleh dibiarkan menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan yang bersih dan terbuka.












