Metronusa News, Lebak, Banten | Praktik rangkap jabatan yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menjadi perhatian publik. Seorang guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), berinisial A, diketahui secara aktif menjabat sebagai Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Margajaya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius terkait kepatuhan terhadap aturan disiplin ASN serta potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan keuangan desa.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, BUMDes Desa Margajaya mengelola anggaran sebesar Rp240.620.000 yang dialokasikan untuk sejumlah unit usaha, di antaranya sektor pertanian, perikanan, serta peternakan lele dan ayam yang berlokasi di wilayah Cilaki dan Jahe. Besarnya anggaran tersebut menempatkan posisi Ketua BUMDes sebagai jabatan strategis yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan publik desa.
Secara normatif, rangkap jabatan tersebut dinilai tidak sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menegaskan bahwa ASN wajib menjaga profesionalitas, netralitas, serta bebas dari konflik kepentingan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Ketentuan ini diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, khususnya Pasal 5 huruf n, yang melarang PNS menjadi pengurus organisasi lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Selain itu, Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 mengamanatkan bahwa pengurus BUMDes harus profesional, independen, dan bebas dari benturan kepentingan. BUMDes bukan lembaga sosial, melainkan badan usaha desa yang mengelola keuangan dan aset publik, sehingga menuntut tata kelola yang akuntabel dan transparan.
Dalam hierarki peraturan perundang-undangan, keputusan Musyawarah Desa (Musdes) tidak dapat mengesampingkan Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, dalih penunjukan berdasarkan Musdes tidak serta-merta membenarkan rangkap jabatan ASN.
Saat dikonfirmasi redaksi melalui pesan WhatsApp, A membenarkan bahwa dirinya merupakan PNS aktif sekaligus menjabat sebagai Ketua BUMDes Desa Margajaya. Ia menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam kepengurusan BUMDes merupakan hasil Musyawarah Desa dan bertujuan untuk membantu pengembangan ekonomi desa.
A juga menyampaikan bahwa aktivitasnya di BUMDes tidak mengganggu tugas pokok dan fungsinya sebagai ASN. Menurutnya, pengelolaan BUMDes dilakukan secara kolektif bersama pengurus lain dan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat desa.
Namun demikian, hingga berita ini diterbitkan, belum terdapat keterangan resmi apakah A telah mengantongi izin tertulis dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) maupun rekomendasi dari instansi terkait sebagai dasar hukum rangkap jabatan tersebut.
Tanpa adanya izin resmi, praktik rangkap jabatan ini berpotensi masuk kategori pelanggaran disiplin ASN. PP Nomor 94 Tahun 2021 mengatur sanksi yang dapat dikenakan, mulai dari sanksi administratif hingga sanksi berat, bergantung pada tingkat dan dampak pelanggaran yang ditimbulkan.
Kondisi ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait lemahnya pengawasan serta potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan keuangan dan aset BUMDes yang bersumber dari dana publik.
Sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial, redaksi akan melanjutkan konfirmasi resmi kepada Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Kabupaten Lebak guna memastikan apakah praktik rangkap jabatan tersebut dibenarkan secara hukum atau justru bertentangan dengan prinsip penegakan disiplin ASN dan tata kelola BUMDes yang baik.
Redaksi tetap membuka ruang klarifikasi dan hak jawab lanjutan dari seluruh pihak terkait demi menjaga prinsip keberimbangan dan akurasi pemberitaan.












