2043: Cengkeraman Abadi di Tanah Rencong dan “Menteri Boneka” di Jakarta

  • Bagikan

Metronusa News, ACEH – Kabut dingin yang menyelimuti hutan pinus di dataran tinggi Gayo, Bener Meriah, dan Aceh Tengah tak mampu menutupi panasnya intrik yang sedang terjadi di ibu kota. Di sana, di hamparan hijau seluas 97.300 hektare—luas yang setara dengan satu setengah kali luas wilayah DKI Jakarta—terkubur sebuah kenyataan pahit tentang siapa yang sebenarnya berkuasa atas bumi pertiwi.

Sementara publik sibuk menertawakan gelar “Tafsir” dan “Ilmu Politik” milik Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, ada skenario yang jauh lebih mengerikan yang sedang berjalan senyap.

Kunci Raksasa Hingga 2043

Angka itu bukan sekadar tahun. Itu adalah vonis. Di bawah bendera PT Tusam Hutani Lestari (THL), lahan negara yang dipinjamkan lewat skema Hak Guna Usaha (HGU) ini berada dalam genggaman Prabowo Subianto. Izin pengelolaannya diproyeksikan terkunci rapat hingga tahun 2043.

Bayangkan: Bayi yang lahir hari ini di Aceh Tengah akan tumbuh dewasa, lulus kuliah, dan mungkin menikah, namun selama itu pula tanah leluhur mereka masih akan terus dikeruk getah dan kayunya untuk mengalirkan keuntungan ke satu kantong yang sama. HGU hanyalah istilah hukum yang santun untuk sebuah dominasi mutlak. Negara boleh saja punya tanahnya di atas kertas, tapi “daging” dan “darah” tanah itu dinikmati penguasa.

Penjaga Hutan yang “Lumpuh”

Di sinilah letak tragedi sesungguhnya. Hutan seluas itu membutuhkan pengawas yang garang, yang paham denyut nadi ekosistem, dan berani menampar korporasi nakal. Namun, takdir berkata lain. Kursi penjaga hutan itu kini diduduki oleh Raja Juli Antoni, seorang politisi tanpa latar belakang rimba, yang jabatannya adalah pemberian sang pemilik lahan itu sendiri.

Publik tidak butuh ahli tafsir untuk membaca situasi ini: Mustahil seorang bawahan berani menggigit tangan tuannya.

Siapa yang akan berani mengaudit jika limbah mencemari sungai di Gayo? Siapa yang berani mencabut izin jika reboisasi lalai dilakukan? Raja Juli? Mustahil. Penunjukan sosok non-teknokrat ini dicurigai bukan karena ketidaksengajaan, melainkan sebuah desain sempurna untuk memastikan aset-aset raksasa itu tetap aman, tak tersentuh, dan terus menghasilkan pundi-pundi hingga detik terakhir izinnya habis.

Epilog Ketimpangan

Hingga 2043 nanti, pohon-pohon pinus itu akan terus menjadi saksi bisu. Saksi atas kekayaan alam yang disedot habis-habisan, sementara rakyat di sekitarnya hanya bisa menatap pagar pembatas HGU dengan tatapan kosong.
Ini bukan lagi soal ijazah menteri. Ini adalah soal masa depan agraria yang disandera oleh kekuasaan. Dan bagi rakyat kecil, tahun 2043 terasa seperti menunggu keabadian.
#copas

Penulis: SofyanEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *