Skandal Korupsi Mengguncang Probolinggo : Gedung Mewah Berlabel Anggota DPR Gerindra di Lingkungan Pesantren Jadi Sorotan KPK

  • Bagikan

Metronusa News, Probolinggo, Jawa Timur | Aroma busuk korupsi dana hibah Provinsi Jawa Timur (Jatim) kini terendus kuat di balik tembok sebuah pondok pesantren ternama di Kraksaan, Kabupaten Probolinggo. Pusat perhatian publik tertuju pada sebuah bangunan megah yang secara mencolok mencantumkan nama anggota legislatif DPR RI dari Partai Gerindra, AS.

Bangunan yang diduga keras didirikan sekitar tahun 2019 ini berada dalam rentang waktu (2019–2022) yang sedang diselidiki intensif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyimpangan dana hibah Jatim. Nuansa religius pesantren tak mampu menutupi jejak dugaan aliran dana publik yang “disulap” melalui jalur politik, bukan bersumber dari kas internal pondok.

Investigasi mendalam mengindikasikan bahwa dana pembangunan gedung tersebut diduga mengalir dari dana hibah yang dimainkan, memantik spekulasi bahwa gedung itu adalah “mahar” atau “imbalan” dari skema korupsi dana bantuan sosial.

“Jangan Berlindung di Balik Jubah Agama!” – Kecaman Keras Aktivis

Menanggapi dugaan panas ini, Presiden LSM Gerakan Aktivis Pelayan Kesejahteraan Masyarakat (GAPKM), Juned ST, angkat bicara dengan nada keras dan tak berkompromi.

📢 “Kalau benar bangunan itu dibangun dari dana hibah yang menyimpang dari aturan, maka ini bukan sekadar pelanggaran hukum, ini penghinaan terhadap nurani! Jangan berlindung di balik jubah agama untuk menutupi dosa korupsi,” tegas Juned ST menggelegar. “Kita bicara soal moral, bukan sekadar pasal!”

Juned ST menyebut dugaan ini dapat menjadi “pintu masuk besar” bagi KPK untuk membongkar praktik “ijon Fee hibah Jawa Timur” yang selama ini terselubung rapi di balik kegiatan sosial dan keagamaan.

“Modus seperti ini sudah sering terjadi. Bangun gedung di pesantren, pakai bendera agama, tapi uangnya dijadikan Bancaan oleh oknum-oknum yang hanya memperkaya diri. Bukan menghidupkan pesantren tapi hidup dari pesantren,” kecamnya.

Desakan ke KPK: Bongkar Dana Fantastis yang Mengalir ke Ponpes
GAPKM mendesak KPK untuk tidak hanya membatasi penyelidikan pada dana hibah yang disalurkan melalui kelompok masyarakat (Pokmas). Penyelidikan harus diperluas ke aliran dana yang mengalir deras ke pondok pesantren atau yayasan.

“KPK jangan hanya berhenti penyelidikan dana hibah melalui pokmas, tapi harus menyelidiki dana yang mengalir deras ke ponpes atau yayasan yang nilainya sangat fantastis, lebih besar yang mengalir melalui Pokmas dengan potongan fee diduga sebesar 40%. Ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya,” tandas Juned ST.

Ia meluruskan, kritik ini murni ditujukan pada aliran dan proses dana, bukan kepada institusi pesantren itu sendiri. Tujuannya adalah upaya preventif demi menjaga marwah Ponpes dan menghindari kejadian serupa musibah bangunan roboh yang pernah menimpa pesantren di Sidoarjo.

Misteri di Balik Gedung DWK Anwar Sadad
Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi langsung kepada pengasuh Pondok Pesantren tempat bangunan itu berdiri belum membuahkan hasil. Suasana di lokasi terasa sunyi, seolah semua pihak memilih “menutup rapat mulut” di tengah riuhnya dugaan penyimpangan.

Publik kini menunggu langkah nyata KPK. Gedung megah yang menjulang di tengah santri dan kitab suci itu akan menjadi saksi bisu kebusukan moral pejabat yang rakus atau justru akan menjadi simbol baru bahwa kebenaran tidak bisa terkubur rapi di bawah genteng bergaya islami.

Poin Kunci yang Harus Diungkap KPK:
Untuk menuntaskan kasus ini, KPK dituntut untuk menjawab sejumlah pertanyaan krusial yang menjadi teka-teki publik:

Tahun Pembangunan: Benarkah pembangunan Gedung DWK Anwar Sadad terjadi di tahun 2019, bertepatan dengan masa krusial penyelidikan KPK terkait dana hibah Jatim?

Sumber Dana: Apa dasar hukum dan sumber pendanaan Gedung DWK Anwar Sadad, mengingat kuat dugaan aliran dana dari hibah Jatim?

Kedekatan Tokoh: Sejauh mana kedekatan antara pengasuh pesantren, Kiai Mahmud, dengan tersangka Anwar Sadad?

Penamaan & Peresmian: Mengapa gedung tersebut dinamakan “DWK Anwar Sadad” alih-alih nama pendiri pesantren, dan mengapa Anwar Sadad yang melakukan potong pita peresmian, bukan pejabat daerah atau Kemenag?

Modus Operandi: Benarkah ada praktik “uang muka” (DP) atau potongan fee pasca pencairan dana hibah, dan berapa persentase potongannya?

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *