Metronusa News, pandeglang, Banten | Gelombang tekanan terhadap PT Wijaya Kusuma Contractor (WKC) soal kasus dugaan pencurian pasir laut di wilayah pesisir Carita, Kabupaten Pandeglang, untuk proyek Hotel Mercure Anyer, sebuah proyek komersil yang kini ramai jadi sorotan publik dan aparat penegak hukum.
Informasi terbaru menyebutkan, lokasi pengambilan material pasir laut kini telah dipasangi garis police line oleh aparat kepolisian sebagai bagian dari proses penyelidikan. Hal itu menjadi bukti bahwa proses hukum sedang berjalan dan indikasi pelanggaran kian menguat kuat.
Forum Warga Bersatu Banten (Forwatu Banten) menyambut langkah hukum itu dengan dukungan penuh. Namun, mereka menegaskan bahwa perjuangan belum selesai. Forwatu memastikan akan menggelar aksi massa besar-besaran sebagai bentuk desakan agar penegakan hukum berjalan tuntas tanpa pandang bulu.
Presidium Forwatu Banten, Arwan, S.Pd., M.Si, menyatakan pihaknya sedang mempersiapkan mobilisasi ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat. Aksi tersebut, kata Arwan, merupakan bentuk kemarahan rakyat terhadap kejahatan lingkungan yang dinilai sudah melampaui batas.
“Ini bukan main-main. Kami akan turun ke jalan, mengawal langkah hukum yang sedang ditempuh Polda Banten, dan mendesak agar PT WKC segera ditutup. Karena apa yang mereka lakukan bukan hanya mencuri pasir, tapi merampas kehidupan masyarakat pesisir,” tegas Arwan saat dihubungi sambungan WhatsApp, Minggu, 12 Oktober 2025.
Arwan menilai tindakan PT WKC telah menimbulkan kerusakan ekologis serius di kawasan pesisir Carita. Aktivitas pengerukan pasir laut secara ilegal, menurut Arwan, sama saja dengan kejahatan terhadap lingkungan yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Arwan menyebut, aksi massa nanti akan melibatkan unsur Organisasi Masyarakat (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan kelompok-kelompok komplementer yang tergabung dalam Forwatu Banten. Ribuan orang akan bersatu menyuarakan satu tuntutan “Tutup PT WKC dan Tindak Tegas Pelaku Pencurian Pasir Laut”.
“Kalau negara membiarkan ini, berarti negara ikut serta dalam kejahatan ekologis. Kami tidak akan tinggal diam. Rakyat Banten akan turun mengawal keadilan,” ujarnya dengan nada keras.
Arwan mendesak agar penyelidikan tidak berhenti di lapangan. Pihak korporasi dan siapa pun yang terlibat di balik operasi ilegal tersebut harus dimintai pertanggungjawaban hukum secara menyeluruh.
“Ini bukan hanya soal proyek, tapi soal keadilan ekologis dan masa depan generasi Banten. Kita tidak bisa menukar laut kita dengan keuntungan segelintir orang,” kata Arwan menegaskan.
Ia juga menyoroti dampak sosial dari praktik tersebut. Abrasi pantai, turunnya hasil tangkapan nelayan, dan rusaknya terumbu karang hanyalah sebagian kecil dari akibat yang harus ditanggung masyarakat akibat kerakusan korporasi.
“Pencurian pasir laut adalah kejahatan lingkungan yang diatur jelas dalam Undang-Undang. Pelakunya bisa dipenjara hingga 10 tahun. Forwatu akan mengawal kasus ini sampai ke meja hijau,” tegasnya.
Aksi yang tengah dipersiapkan Forwatu Banten kata Arwan, akan menjadi bentuk solidaritas rakyat terhadap keadilan lingkungan. Pasir laut adalah aset negara dan milik masyarakat pesisir, merampasnya sama saja mencuri masa depan generasi Banten.
“Perjuangan ini bukan sekadar reaksi, melainkan panggilan moral untuk menjaga laut Banten agar tidak terus dijarah atas nama pembangunan,” tandasnya.
Forwatu Banten memastikan aksi massa akan digelar secara damai namun berenergi tinggi. Mereka menegaskan tidak akan mundur sebelum PT WKC ditutup dan semua pelaku pencurian pasir laut dijerat hukum.
“Rakyat sudah muak melihat laut Banten dijarah. Kalau hukum lambat, rakyat akan mempercepatnya. Kami akan terus mengawal sampai keadilan benar-benar ditegakkan,” tutup Arwan dengan suara lantang.