MUI Tolak Keras Pajak Hiburan Berbau Maksiat, Minta Pemda Tinjau Ulang Perda Demi Moralitas Kota

  • Bagikan

Metronusa News, Kota Probolinggo | 10 Oktober 2025 – Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Kota Probolinggo melayangkan pernyataan sikap yang tegas dan menohok, menolak keras masuknya jenis hiburan yang berpotensi kuat menimbulkan kemaksiatan, seperti panti pijat, diskotek, karaoke, bar, dan pub, ke dalam subjek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam Peraturan Daerah (Perda) terbaru.

Melalui konferensi pers pada Jumat pagi ini, MUI Kota Probolinggo menyampaikan keberatan mendalam atas pengesahan Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sikap ini muncul sebagai bentuk komitmen MUI sebagai wadah ulama, zuama, dan cendekiawan muslim yang bertanggung jawab atas bimbingan moral dan spiritual umat.

Pertentangan Norma Agama dan Perda Sebelumnya
Dalam pernyataannya, MUI Kota Probolinggo menyoroti kontradiksi yang mencolok antara Perda yang baru disahkan dengan regulasi yang sudah ada. MUI menggarisbawahi bahwa Pasal 16 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 secara eksplisit telah melarang jenis usaha tempat hiburan tertentu, yaitu diskotek, klab malam, dan panti pijat.

“Kami memandang bahwa keberadaan jenis hiburan seperti panti pijat, diskotek, karaoke, bar, klab malam, dan pub berpotensi kuat menimbulkan kemaksiatan, merusak moralitas masyarakat, serta bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma sosial, khususnya masyarakat Kota Probolinggo,” demikian bunyi poin pertama dari pernyataan sikap resmi MUI.

Menghormati Kewenangan, Menolak Legalisasi Amoral
Meski MUI Kota Probolinggo menghormati kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD dalam menyusun kebijakan fiskal, mereka dengan tegas menolak segala bentuk pengesahan dan legalisasi kegiatan yang secara substansial bertentangan dengan ajaran agama, etika, dan moral publik.

Poin krusial yang ditekankan adalah kekhawatiran bahwa pengenaan pajak terhadap jenis-jenis hiburan ini dapat diinterpretasikan sebagai legalisasi praktik amoral di tengah masyarakat, suatu persepsi yang dinilai sangat membahayakan moralitas kota.

Oleh karena itu, MUI Kota Probolinggo secara resmi menyerukan agar Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Probolinggo meninjau kembali ketentuan dalam perda tersebut.

Ajakan Jaga Moral dan Mendorong Keterlibatan Publik
Menutup pernyataannya, MUI tidak hanya bersikap reaktif, tetapi juga mengajak seluruh elemen masyarakat.

“MUI Kota Probolinggo mengajak seluruh umat Islam dan masyarakat Kota Probolinggo untuk bersama-sama menjaga kesucian moral, memperkuat ketahanan keluarga, dan mendukung kebijakan daerah yang berlandaskan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa,” tegas MUI.

Lebih lanjut, MUI juga mendesak agar Pemkot dan DPRD Probolinggo melibatkan unsur masyarakat, khususnya MUI, secara lebih intensif dalam tahap perencanaan dan pengambilan keputusan kebijakan pembangunan ke depan. Hal ini penting untuk memastikan setiap kebijakan yang dibuat benar-benar berorientasi pada kemaslahatan umat dan keberkahan daerah.

DP MUI Kota Probolinggo menegaskan komitmennya untuk terus menjadi mitra konstruktif Pemda dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang adil, berkeadaban, dan berakhlak mulia. Pernyataan sikap ini diharapkan menjadi lonceng peringatan bagi para pengambil kebijakan di Kota Probolinggo untuk menimbang kembali kepentingan pendapatan daerah agar tidak mengorbankan fondasi moral dan religius masyarakatnya.

Penulis: IPUL JatimEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *